Pages

Senin, 09 Desember 2013

Taksonomi Bloom Anderson Karthwohl dan Peta konsep permasalahan belajar dan pembelajaran


Taksonomi Bloom
Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disoleh Benjamin S. Bloom pada tahun1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.usun
Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1.  Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2.     Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minatsikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3.  Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik,berenang, dan mengoperasikan mesin.

Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.

Domain Kognitif
Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama berupa Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6)
Pengetahuan (Knowledge)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk.
Aplikasi (Application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram.
Analisis (Analysis)
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.
Sintesis (Synthesis)
Satu tingkat di atas analisis, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.
Evaluasi (Evaluation)
Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dsb.

Domain Afektif
Penerimaan (Receiving/Attending)
Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.
Tanggapan (Responding)
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.
Penghargaan (Valuing)
Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.

Pengorganisasian (Organization)
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.
Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex)
Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya.

Domain Psikomotor
Persepsi (Perception)
Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.
Kesiapan (Set)
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
Guided Response (Respon Terpimpin)
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
Mekanisme (Mechanism)
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap.
Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)
Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.
Penyesuaian (Adaptation)
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.
Penciptaan (Origination)
Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi, kondisi atau permasalahan tertentu

Konsep Taksonomi Bloom Edisi Revisi

Konsep tersebut mengalami perbaikan seiring dengan perkembangan dan kemajuan jaman serta teknologi. Salah seorang murid Bloom yang bernama Lorin Anderson merevisi taksonomi Bloom pada tahun 1990. Hasil perbaikannya dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Dalam revisi ini ada perubahan kata kunci, pada kategori dari kata benda menjadi kata kerja. Masing-masing kategori masih diurutkan secara hirarkis, dari urutan terendah ke yang lebih tinggi. Pada ranah kognitif kemampuan berpikir analisis dan sintesis diintegrasikan menjadi analisis saja. Dari jumlah enam kategori pada konsep terdahulu tidak berubah jumlahnya karena Lorin memasukan kategori baru yaitu creating yang sebelumnya tidak ada.
Setiap kategori dalam Revisi Taksonomi Bloom terdiri dari subkategori yang memiliki kata kunci berupa kata yang berasosiasi dengan kategori tersebut. Kata-kata kunci itu seperti terurai di bawah ini:
  • 1.  Mengingat : mengurutkan, menjelaskan, mengidentifikasi, menamai, menempatkan, mengulangi , menemukan kembali dsb.
  • 2.   Memahami : menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan, mebeberkan dsb.
  • 3.  Menerapkan : melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi dsb
  • 4.  Menganalisis : menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur, mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan, membandingkan, mengintegrasikan dsb.
  • 5. Mengevaluasi : menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, mebenarkan, menyalahkan, dsb.
  • 6. Berkreasi : merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah dsb.

Dalam berbagai aspek dan setelah melalui revisi, taksonomi Bloom tetap menggambarkan suatu proses pembelajaran, cara kita memproses suatu informasi sehingga dapat dimanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa prinsip didalamnya adalah:
  • ·         Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus mengingatnya terlebih dahulu
  • ·        Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih dahulu
  • ·         Sebelum kita mengevaluasi dampaknya maka kita harus mengukur atau menilai
  • ·         Sebelum kita berkreasi sesuatu maka kita harus mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi, serta memperbaharui

Pentahapan berpikir seperti itu bisa jadi mendapat sanggahan dari sebagian orang. Alasannya, dalam beberapa jenis kegiatan, tidak semua tahap seperti itu diperlukan. Contohnya dalam menciptakan sesuatu tidak harus melalui penatahapan itu. Hal itu kembali pada kreativitas individu. Proses pembelajaran dapat dimulai dari tahap mana saja. Namun, model pentahapan itu sebenarnya melekat pada setiap proses pembelajaran secara terintegrasi.
Sebagian orang juga menyanggah pembagian pentahapan berpikir seperti itu karena dalam kenyataannya siswa seharusnya berpikir secara holistik. Ketika kemampuan itu dipisah-pisah maka siswa dapat kehilangan kemampuannya untuk menyatukan kembali komponen-komponen yang sudah terpisah. Model penciptaaan suatu produk baru atau menyelesaian suatu proyek tertentu lebih baik dalam memberikan tantangan terpadu yang mendorong siswa untuk berpikir secara kritis.
UNSUR KARTHWOHL

DOMAIN KRATWOHL (DOMAIN AFEKTIF)
Krathwohl dan rakan-rakan, (1964) adalah antara penyelidik yang julungkali menggunakan terminologi ‘afektif’ (affective) dalam memperkenalkan satu lagi domain penting dalam hidup manusia. Ia digunakan sebagai satu lagi objektif pengajaran di samping aras-aras yang terdapat dalam domain kognitif yang telah diperkenalkan oleh Bloom dan rakan-rakan pada tahun 1956. Krathwohl mengkategorikan domain afektif kepada beberapa bahagian iaitu :

1.      Penerimaan
Penerimaan merupakan satu bentuk kesediaan atau penerima sesuatu yang ingin disampaikan. Individu tidak akan menolah ransangan. Tindakan adalah terhad.
2.      Gerak balas
Seseorang akan bertindak balas kepada ransangan yang diterima disebabkan dia mempunyai motif tersendiri untuk berbuat demikian. Motif ini adalah motif ingin tahu. Tindak balas ini akan melahirkan rasa kepuasan dalam diri individu berkenaan. Gerak balas pada mulanya atas arahan terpaksa dan akhirnya akan menjadi kepuasan.
3.      Penilaian
Seseorang itu memahami nilai sesuatu perbuatan yang dilakukan kepada masyarakat. Nilai atau motif ini boleh dianggap motif luaran atau menjadi landasan kepada setiap individu.
Jenis penilaian:
  • penerimaan semua nilai yang menjadi landasan kepada penerimaan
  • pemilihan nilai tertentu dari nilai-nilai yang didedahkan kepada landasan pendiriannya
  • komitmen memegang teguh kepada sesuatu kepercayaan (satu set nilai) yang menjadi landasan pendirian dan menerima cabaran
4.      Organisasi
Seseorang itu boleh menyusun semula sesuatu nilai kepada suatu set susunan yang sistematik. Pengkonsepsualisasikan nilai-nilai dan membentuk pertalian di antaranya dan menyusun nilai-nilai konsep itu.
5.      Perwatakan
Seseorang itu mematuhi sesuatu sistem nilai dan sanggup mengamalkannya sebagai satu cara hidup

PERMASALAHAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN




1.         Jenis-Jenis Masalah Belajar

Masalah belajar memiliki bentuk yang banyak ragamnya, diantaranya:
1.      Keterampilan Akademik
Keadaan siswa yang diperkirakan memiliki intelegensi yang cukup tinggi, tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara optimal.
2.      Keterampilan dalam Belajar
Keadaan siswa yang memiliki IQ 130 atau lebih tetapi masih memerlukan tugas-tugas khusus untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan belajar yang amat tinggi.
3.      Sangat Lambat dalam Belajar
Keadaan siswa yang memiliki akademik yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan pendidikan atau pengajaran khusus.
4.      Kurang Motivasi dalam Belajar
Keadaan siswa yang kurang bersemangat dalam belajar mereka seolah-olah tampak jera dan malas.
5.      Bersikap dan Berkebiasaan Buruk dalam Belajar
Kondisi siswa yang kegiatan atau perbuatan belajarnya sehari-hari antagonistic dengan yang seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas, mengulur waktu, membenci guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak diketahuinya dan sebagainya.

Beberapa ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar antara lain:
Ø  Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rat
Ø  Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan
Ø  Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar
Ø  Menunjukkan sikap yang kurang wajar
Ø  Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan
Ø  Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar.

Seorang siswa dapat diduga mengalami kesulitan belajar, kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil belajar tertentu.  Seperti ukuran kriteria yang dinyatakan dalam TIK atau ukuran tingkat kapasitas atau kemampuannya.

Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan itu bisa ada yang disadari dan mungkin juga tidak disadari oleh yang mengalaminya, hambatan itu dapat bersifat psikologis, sosiologis, dan fisiologis dalam keseluruhan proses belajar. Orang yang mengalami kesulitan belajar akan mengalami hambatan dalam mencapai hasil belajarnya.

2.      Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Masalah Belajar

1.      Faktor yang Bersumber dari Diri Pribadi (Internal)

Faktor yang bersumber dari diri pribadi sendiri yaitu :

a.      Faktor Psikologis

Ø  Intelegensi
Siswa yang mempunyai intelegensi tinggi akan lebih mudah dalam memahami pelajaran yang diberikan guru atau lebih berhasil dibandingkan dengan siswa-siswa yang berintelegensi rendah.
Ø  Bakat
Apabila bahan yang dipelajari oleh siswa tidak sesuai dengan bakatnya maka siswa akan mengalami kesulitan dalam belajar.
Ø  Motivasi
Prestasi belajar siswa bisa menurun apabila siswa tersebut tidak mempunyai motivasi dalam belajar.

b.      Faktor Fisiologis

Gangguan-gangguan fisik dapat berupa gangguan pada alat-alat penglihatan dan pendengaran yang dapat menimbulkan kesulitan belajar. Seperti gangguan visual yang sering disertai dengan gejala pusing, mual, sakit kepala, malas, dan kehilangan konsentrasi pada pelajaran.

2.      Faktor Eksternal

a.      Faktor yang Bersumber dari Lingkungan Sekolah :

Ø  Metode mengajar
Apabila guru menggunakan metode yang sama untuk semua bidang studi dan pada setiap pertemuan akan membosankan siswa dalam belajar.
Ø  Hubungan guru dengan guru, guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa
Dalam proses pendidikan, antar guru, guru dengan siswa, dan antar siswa tidak terjalin hubungan yang baik dan harmonis untuk bekerja sama, maka siswa akan mengalami kesulitan dalam belajar. Karena antar personal sekolah akan saling menyebutkan kelemahan dari personal lain dan terjadinya persaingan yang kurang sehat.
Ø  Sarana dan prasarana
Alat-alat belajar yang kurang atau tidak lengkap, buku-buku sumber yang diperlukan sulit didapatkan, ruang kelas, ruang kelas tidak mencukupi syarat seperti terlalu panas, pengap, dan ruang kecil yang tidak sesuai dengan jumlah siswa.

b.      Faktor Keluarga
Ø  Keadaan ekonomi keluarga
Apabila anak hidup dalam keluarga yang miskin dan harus bekerja membantu mencari tambahan ekonomi keluarga akan menimbulkan kesulitan bagi anak, mungkin akan terlambat datang, tidak dapat membeli peralatan sekolah yang dibutuhkan, tidak dapat memusatkan perhatian karena sudah lelah dan sebagainya.

Ø  Hubungan antar sesama anggota keluarga
Apabila hubungan antar keluarga tidak harmonis, seperti orang tua sering bertengkar, orang tua otoriter, peraturan yang ketat, dan sebagainya, maka anak tidak bisa berkonsentrasi dalam belajar.

Ø  Tuntutan orang tua
Tuntutan orang tua dapat menimbulkan kesulitan belajar bagi anak apabila tuntutan itu tidak sesuai dengan kemampuan, minat, dan bakat anak.

c.       Faktor Lingkungan Masyarakat
Faktor yang bersumber dari lingkungan masyarakat yang dapat menimbulkan kesulitan belajar adalah media cetak, komik, buku-buku pornografi, media elektronik, TV, VCD, video, play station, dan sebagainya.

3.     Cara Pengungkapan Masalah Belajar

Tes hasil belajar adalah suatu alat yang disusun untuk mengungkapkan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan-tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

a.      Tes kemampuan dasar
Tingkat kemampuan dasar biasa diukur dengan mengadministrasikan tes intelegensi yang sudah baku.

b.      Melalui Pengisian AUM PTSDL
Siswa mengisi alat ungkap masalah yang berkenaan dengan masalah belajar.

c.       Tes Diagnostik
Merupakan instrumen untuk mengungkapkan adanya kesalahan-kesalahan yang dialami oleh siswa dalam bidang pelajaran tertentu.

d.      Analisis Hasil Belajar
Tujuannya sama dengan tujuan tes diagnostik.

e.    Langkah-langkah atau Prosedur dan Teknik Penggunaan Masalah (diagnosa kesulitan belajar)
1.      Identifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar
2.      Melokasikan letaknya kesulitan (permasalahan)
3.      Lokalisasi jenis faktor sifat yang menyebabkan mereka mengalami berbagai kesulitan
4.      Perkiraan kemungkinan bantuan
5.      Penetapan kemungkinan cara mengatasinya
6.      Tindak lanjut.

4.      Upaya Pengentasan Masalah Belajar

a.             Pengajaran Perbaikan
Merupakan pelayanan yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok siswa yang menghadapi masalah-masalah belajar dengan maksud untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam proses dan hasil belajar siswa.
b.             Program Pengayaan
Merupakan suatu bentuk layanan yang diberikan kepada seseorang atau beberapa siswa yang sangat cepat dalam belajar.
c.             Peningkatan Motifasi Belajar
Prosedur-prosedur yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa: 1) Memperjelas tujuan belajar, 2) Menyesuaikan pengajaran dengan bakat, kemampuan dan minat siswa, 3) Menciptakan suasana pembelajaran yang menantang, meransang dan menyenangkan, 4) Memberikan hadiah (penguatan dan hukuman bila perlu), 5) Menciptakan hubungan yang hangat dan dinamis, 6) Menghindari tekanan-tekanan dan suasanayang tidak menentu, 7) Melengkapi sumber dan peralatan mengajar.
d.             Pengembangan sikap dan Kebiasaan Belajar yang baik
Setiap siswa diharapkan menerapkan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif.
e.             Layanan Konseling Individual
Konseling dimaksud sebagai pelayanan khusus dalam hubungan langsung tatap muka antara konselor dan klien.