Pages

Minggu, 23 Februari 2014

Siapa bisa menampik bahwa Bekasi adalah kawasan yang padat dan tumbuh sporadis dalam lima tahun terakhir? Secara kasat mata, mudah menyaksikan betapa padatnya Bekasi dengan segala macam aktivitas, termasuk pembangunan propertinya.

Bayangkan, kawasan yang dulunya sentra agraris, berubah drastis menjadi lumbung apartemen dan pusat belanja serta ruko komersial. Dampak instensnya pembangunan fisik properti ini menciptakan tingkat mobilitas semakin tinggi. 

Intensitas dan frekuensi ulang alik masyarakat (komuter) yang bekerja di Jakarta dan tinggal di Bekasi kian bertambah. Pasalnya, banyak yang memilih kawasan ini sebagai tempat tinggal, baik di apartemen maupun rumah tapak. Terlebih properti-properti yang ditawarkan memilikigimmick menarik seperti harga kompetitif, dekat dengan stasiun kereta, terminal bis, atau akses tol, serta "bebas banjir". 

Di kawasan ini hingga ke arah timur (Cikarang), setidaknya terdapat sepuluh perumahan besar skala kota. Di antaranya Kemang Pratama, Grand Galaxy, Summarecon Bekasi, Kota Harapan Indah, Grand Wisata, Jababeka, Lippo Cikarang, dan Kota Deltamas.

Sementara sebagian besar lainnya merupakan perumahan skala menengah dan kecil yang menawarkan harga dengan rentang variatif mulai dari Rp 200 jutaan hingga Rp 500 juta per unit. 

Properti lainnya yang diincar dan menjadi instrumen kebutuhan serta investasi baru adalah apartemen. Bekasi bakal disesaki sekitar 18.128 unit dari 16 proyek apartemen dari berbagai pengembang. Kisaran harganya Rp 200 juta hingga Rp 700 juta per unit. 

Wajar bila kemudian Bekasi menjadi pilihan, selain kawasan satelit Jakarta lainnya seperti Tangerang Selatan, Bogor, dan Depok.

Hanya, menjadi pertanyaan besar, siapkah Bekasi menghadapi perubahan masif tersebut? Pasalnya, kota ini memiliki masalah yang nyaris serupa dengan tetangga-tetangganya. 

Seorang penduduk Bekasi Timur, Sonang, mengaku kepada Kompas.com bahwa tempat tinggalnya kini tidak hanya semakin padat, namun juga macet, dan berpotensi terkena banjir setiap hujan turun. 

"Macet, banjir juga. Bendungan yang di Bekasi tidak dibuka kemarin. Dampaknya, perumahan tenggelam. Kalau dibuka, mal-mal di Bekasi akan banjir," ujarnya, Sabtu (22/2/2014). 

Sonang hanya satu potret dari jutaan penduduk Bekasi lainnya. Menurut data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bekasi, pada 2011 kota tersebut dihuni oleh 2.447.930 penduduk. Jumlah ini tersebar dalam 12 kecamatan, dengan jumlah penduduk terbanyak menempati Kecamatan Bekasi Utara (332.040 penduduk), Pondokgede (298.737 penduduk), Bekasi Barat (286.135 penduduk), dan Bekasi Timur (256.592 penduduk).  Jumlah ini pun belum termasuk penduduk yang tinggal sementara. 

Berdasarkan perbandingan luas wilayah dan banyaknya jumlah penduduk, data menyebutkan bahwa Bekasi Timur merupakan wilayah terpadat dengan 19.020 penduduk/km2. Disusul Pondokgede sebanyak 18.338 penduduk/km2, dan Bekasi Utara dipadati 16.897 penduduk/km2. Ketiganya merupakan daerah terpadat di Bekasi. 

Potensi bisnis

Bagi pengembang, padatnya Bekasi, ternyata justru merupakan berkah. Alih-alih masalah, populasi banyak sama halnya dengan potensi pasar. Ini sekaligus juga dianggap sebagai peluang usaha dan bisnis pengembangan properti.

Komisaris ISPI Group Preadi Ekarto mengungkapkan, setiap akhir pekan, khususnya mulai Jumat malam, akses masuk dan keluar Bekasi Timur sangat padat. Penduduk setempat bisa "terjebak" lama di dalam kawasan tersebut. 

Hal ini menciptakan peluang usaha. Dengan sulitnya akses menuju pusat kota pada waktu-waktu tertentu, menurutnya penduduk Bekasi Timur akan membutuhkan pusat ritel dan hiburan mandiri. 

Sebagai catatan, Bekasi sebenarnya sudah memiliki cukup banyak pusat perbelanjaan. Menurut laporan Kompas.com, hingga 2016 nanti Kota Bekasi akan memiliki 20 pusat perbelanjaan modern.

Menanggapi hal ini, pengamat perkotaan sekaligus akademisi dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna mengungkapkan bahwa semua orang, termasuk penduduk Bekasi, membutuhkan variasi. Tidak hanya pusat perbelanjaan, mereka juga butuh pusat rekreasi baru.

"Bekasi memang harus menambah pusat rekreasi baru. Bekasi itu sebetulnya sebagai daerah wisata tidak semenarik Puncak, kecuali bisa menarik pengunjung dengan hal baru," ujar Yayat pada Kompas.com, Sabtu (22/2/2014).

Rumah murah
Bekasi bisa menarik pengunjung dan pemilik modal ketika jumlah kelas menengah semakin banyak. Di sana bisa dibangun pusat bisnis baru, pusat hiburan baru, kuliner baru, bahkan  Bekasi juga bisa terkenal dengan mengembangkan sentra perumahan murah. Perumahan ini bisa menjadi solusi hunian bagi para pekerja pabrik, sekaligus menjadi ciri kawasan.

"Kalau Bekasi bisa ditata, sangat menarik," ujar Yayat. 

Yayat juga membayangkan, ketika Bekasi sudah penuh dengan berbagai fasilitas, makin lama penduduk Bekasi juga akan enggan melakukan perjalanan ulang alik menuju Jakarta tiap hari. Terlebih, jumlah gaji dan UMP di Bekasi tidak jauh berbeda dari Jakarta. 

"Buat apa kerja dan bersosialisasi di Jakarta?" tandasnya.

sumber : http://properti.kompas.com/read/2014/02/22/1722523/Untuk.Apa.ke.Jakarta.Tinggal.Saja.di.Bekasi. 

0 komentar:

Posting Komentar